Powered By Blogger

Minggu, 04 September 2011

Infectious Mononucleosis



Penyakit ini bisa dibilang benar-benar 'kissing disease' karena ditularkan melalui air liur. Awalnya banyak diderita oleh remaja, karena pada usia ini, system kekebalan tubuh bekerja paling giat. Walaupun banyak diderita oleh anak muda, namun sesungguhnya usia berapa pun memiliki resiko tertular penyakit ini.

Infectious mononucleosis, atau demam kelenjar (glandular fever) disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Virus ini menyerang sel-sel darah putih, atau limfosit tubuh, yang merupakan faktor penting dalam system kekebalan tubuh. Masa inkubasi virus ini tidak tentu, namun diperkirakan antara empat sampai lima minggu.

Gejala-gejala yang dirasakan adalah demam, nyeri tenggorokan, hilangnya nafsu makan dan juga gejala-gejala lain yang mirip flu. Sering kali terdapat pembengkakan kelenjar limfe yang melebar, karenanya disebut demam kelenjar, meliputi leher, ketiak, dan tenggorokan. Pembengkakan tonsil juga dapat menyebabkan penderita sulit menelan makanan, dan pada beberapa kasus yang lebih langka, bahkan dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Biasanya akan timbul juga kerusakan hati ringan yang dapat menyebabkan sakit kuning. Jika mata dan kulit si penderita berwarna kekuningan, artinya penyakit ini menular sampai ke hati. Diagnosa-diagnosa penyakit ini biasanya terlihat jelas dari gejala-gejala yang timbul dan kemudian diperjelas melalui tes darah.

Walau kedengarannya menyeramkan, biasanya hampir semua pasien dapat sembuh setelah empat sampai enam minggu tanpa pengobatan apapun. Penderita disarankan untuk istirahat total dan makan makanan yang bergizi, serta menghindari alkohol. System kekebalan tubuh alamiah si penderita-lah yang akan memusnahkan virus tersebut. Kira-kira dua sampai tiga bulan setelah masa penyembuhan, pasien biasanya merasa kekurangan energi, dengan gejala umum seperti kelelahan atau selalu ingin tidur sepanjang waktu.

sintesis aspirin

Oleh egyitb

ESTERIFIKASI FENOL : Sintesis Aspirin

I. Tujuan Percobaan

  1. Mensintesis aspirin dan menentukan rendemen aspirin yang didapat
  2. Mengidentifikasi aspirin dengan melakukan uji reaksi pengompleksan dengan FeCl3
  3. Menentukan titik leleh aspirin
  4. Menentukan kadar aspirin dalam tablet aspirin komersial

II. Data Pengamatan

1. Pembuatan Aspirin

Kristal yang didapat

Massa kristal yang didapat = 2,1 gram

2. Uji Aspirin

2.1 Uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3

Asam Salisilat, My aspirin dan Aspirin komersil

(dari kiri ke kanan berturut-turut) Setelah di uji dengan FeCl3

Keterangan

1. Asam salisilat ketika di tambah dengan FeCl3 memberikan warna ungu pekat

2. My aspirin ketika di tambah dengan FeCl3 memberikan warna ungu tetapi terdapat

warna coklat juga (warna ungu lebih dominan daripada coklat)

3. Aspirin ketika di tambah dengan FeCl3 memberikan warna coklat

2.2 Penentuan titik leleh aspirin

Trayek titik leleh yang didapat adalah 138oC – 144oC

2.3 Analisis kandungan aspirin dalam tablet

Titrasi 1 didapat volume NaOH sebesar 25,5 ml

Titrasi 2 didapat volume NaOH sebesar 25,3 ml

III. Perhitungan

1. Pembuatan aspirin

Perhitungan massa aspirin secara teoritis :

Massa asam salisilat yang digunakan = 1,4 gram

Volume anhidrida asetat yang digunakan = 4 ml ( massa jenis = 1,080 gr/ml)

Mol asam salisilat = 1,4 gram / 138

= 0,010144 mol

Gram anhidrida asetat = massa jenis x volume

= 1,080 gr/ml x 4 ml

= 4,32 gram

Mol anhidrida asetat = 4,32 / 102

= 0,04235 mol

Berdasarkan reaksi mol aspirin = mol asam salisilat = 0,010144 mol

Jadi massa aspirin teoritis adalah = 0,010144 mol x 180 = 1,8261 gram

Dalam percobaan ini kami mendapatkan kristal dengan berat sebesar 2,1 gram

% rendemen = 114,99 %

2. Uji Aspirin

2.1 Uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3

Tidak ada perhitungan

2.2 Penentuan Titik leleh aspirin

Trayek titik leleh yang didapat adalah 138oC – 144oC

Jadi titik leleh aspirin = 141oC

2.3 Analisis kandungan aspirin dalam tablet

Reaksi :

C9H8O4 + NaOH à C9H7O4Na + H2O

Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi = = 25,4 ml

Mol NaOH = M x V = 0,1 x 25,4 = 2,54 mmol

Mol NaOH = Mol Aspirin dalam tablet = 2,54 mmol

Massa aspirin = 2,54 mmol x 180 = 457,2 mg = 0,4572 gram

Menurut FDA, massa aspirin dalam tablet minimal adalah 5 grain ( 1 grain = 0,0648 gram)

Jadi menurut FDA massa aspirin dalam tablet minimal = 5 x 0,0648 = 0,324 gram

IV. Pembahasan

1. Pembuatan aspirin

Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam

karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester. Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat

disintesis dengan menggunakan asam asetat (memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki gugus OH).

Tetapi dalam praktikum ini digunakan anhidrida asam asetat karena anhidrida asam asetat lebih reaktif

dibandingkan asam asetat, kelebihreaktifan anhidrida asam asetat ini disebabkan oleh struktur anhidrida asam

asetat telah kehilangan 1 atom hidrogen sehingga atom karbon tempat hidrogen melekat menjadi lebih

elektropositif. Dalam sintesis ini juga ditambahkan H3PO4 , hal ini bermaksud agar reaksi esterifikasi berjalan

dengan baik dan cepat karena H3PO4 bertindak sebagai katalis dan pemberi suasana asam.

Reaksi umum yang terjadi :

Asam salisilat + anhidrida ——- as. Asetat + aspirin

Pada percobaan ini, labu erlenmeyer yang berisi campuran antara asam salisilat dan anhidrida asam asetat

dengan asam fosfat sebagai katalis / pemberi suasana asam dimasukkan kedalam penangas air untuk

mempercepat proses pelarutan asam salisilat kedalam anhidrida asam asetat sehingga pembentukan aspirin

menjadi lebih cepat. Setelah itu labu erlenmeyer dikeluarkan dari penangas dan ditambahkan aqua dm yang

bertujuan untuk melarutkan asam salisilat sebagai bahan baku pembentukan aspirin karena adanya ikatan

hidrogen yang terbentuk antara gugus -OH dengan air, sekaligus menghentikan reaksi karena air akan

menghidrolisis anhidrida asam asetat menjadi 2 molekul asam asetat. Lalu pemberian es batu juga bertujuan

untuk mempercepat pembentukan kristal karena kelarutan aspirin dalam suhu yang rendah itu kecil. Selanjutnya

dilakukan proses kristalisasi dengan corong buchner. Setelah di dapatkan kristal , lalu di lakukan rekristalisasi

yang bertujuan untuk memperoleh kristal yang lebih murni. Dengan menambahkan etanol, kristal hasil

kristalisasi akan melarut dengan mudah dan kristal akan terpisah dengan air dan diperoleh kristal yang lebih

murni dengan jumlah zat pengotor yang diminimalkan.

Dalam percobaan ini didapatkan rendemen 114,99 %. Hal ini mungkin karena kristal yang didapat bukan

murni kristal aspirin melainkan campuran kristal aspirin dengan kristal asam salisilat. Pada waktu kristal kami di

taruh ke kertas saring untuk dilakukan penimbangan, pada kertas saringnya terdapat air yang meresap ke kertas

saring tersebut. Sehingga mungkin juga rendemen yang besar ini disebabkan karena adanya air yang terserap

pada kertas saring untuk penimbangan, sehingga membuat berat kristal menjadi lebih berat.

2. Uji Aspirin

2.1 Uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3

Uji ini digunakan untuk menguji apakah kristal yang kita dapat itu murni kristal aspirin atau tidak.

Sebelum ditambahkan FeCl3 , ditambahkan terlebih dahulu aqua dm yang bertujuan untuk melarutkan

sampel. Namun sampel tidak larut ke dalam aqua dm nya, hal ini wajar karena asam salisilat dan aspirin

kurang larut dalam volume air yang kecil. Setelah itu ditambahkan FeCl3 kedalam campuran untuk diuji.

Asam salisilat membentuk kompleks berwarna ungu dengan penambahan FeCl3 ini.

Kompleks ungu ini hanya bisa terjadi antara asam salisilat dengan FeCl3 karena dalam molekul asam

salisilat, atom O (nukleofil) dalam gugus OH akan menyerang atom Fe dengan melepaskan atom H nya untuk

membentuk ikatan O-FeCl2. Aspirin tidak membentuk kompleks berwarna ungu dengan uji ini karena

struktur aspirin tidak memiliki gugus OH. Dalam penagamatan kami, my aspirin berwarna coklat dengan

warna ungu yang sangat lebih dominan. Hal ini menandakan kristal yang kami dapat sebagian besar adalah

kristal asam salisilat. Faktor yang menyebabkan kristal aspirin yang didapat sedikit adalah reaksi yang

terjadi antara asam salisilat dengan anhidrida asam asetat kurang sempurna.

2.2 Penentuan titik leleh aspirin

Menentukan titik leleh suatu kristal merupakan cara yang di gunakan untuk menguji kemurnian suatu

kristal tersebut. Jika zat padat dipanasakan, zat padat akan meleleh. Suatu zat padat mempunyai struktur

kisi yang teratur dan diikat oleh gaya gravitasi dan elektrostatik. Bila zat padat dipanaskan, energi kinetik

dari molekul kristal akan naik dan molekul akan bergetar yang akhirnya pada titik lelehnya, kristal akan

meleleh.

Dalam percobaan ini, kami menguji titik leleh kristal aspirin yang kami dapat dengan menentukan titik

leleh nya dan didapat titik leleh kristal aspirin kami adalah 141oC. Titk leleh ini berbeda dengan titik leleh

literatur yaitu 136oC. Hal ini karena didalam kristal terdapat zat pengotor yang mengganggu struktur kisi

kristal sehingga membuat trayek titik leleh menjadi besar dan titik leleh menjadi tidak sama dengan

literatur, dalam hal ini zat pengotor nya adalah kristal asam salisilat. Hal lain yang menyebabkan perbedaan

titik leleh ini adalah pada saat pengisian pipa kapiler pada melting block. Menurut literatur, kristal yang

diperlukan untuk mengisi pipa kapiler adalah sekitar 0,5 cm tinggi pipa kapiler tersebut. Jadi kristal yang

terlalu banyak dan terlalu sedikit membuat perbedaan titik leleh tersebut.

2.3 Analisis kandungan aspirin dalam Tablet aspirin komersial

Analisis ini digunakan untuk mengetahui kadar aspirin dalam suatu tablet aspirin. Sebelum titrasi tablet

dihancurkan dan ditambahkan etanol yang berfungsi untuk melarutkan aspirin yang terkandung didalam

tablet (kelarutan aspirin dalam etanol lebih baik dari pada kelarutan aspirin dalam air).

Titrasi ini merupakan titrasi asam basa dengan peniternya adalah NaOH 0,1 M dan indikatornya

adalah fenolftalein. Fenolftalein tidak dapat larut dalam air tapi dapat larut dalam etanol, sehingga

penambahan fenolftalein di lakukan setelah melarutkan asam salisilat dengan etanol dan sebelum

penambahan air.

Dalam percobaan ini kami mendapatkan kadar aspirin dalam tablet aspirin komersial sebesar 0,4572

gram. Sedangkan menurut FDA kadar aspirin dalam tablet minimal adalah 0,324 gram. Hal ini berarti tablet

aspirin komersial yang kami uji sudah melebihi standar FDA namun massa aspirin yang kami dapat terlalu

melebihi standar FDA dengan kata lain tablet kami memiliki dosis aspirin yang jauh lebih tinggi dari standar.

V. Kesimpulan

  1. Rendemen dari kristal yang kami dapat adalah 114,99 %.
  2. Kristal yang kami dapat ketika diuji dengan FeCl3 memberikan warna ungu yang lebih dominan daripada warna coklat. Hal ini menandakan bahwa kristal yang kami dapat tidak murni kristal aspirin, melainkan campuran antara kristal aspirin dengan kristal asam salisilat.
  3. Titik leleh kristal yang didapat adalah 141oC. Hal ini berbeda dengan literatur, karena kristal yang kami dapat tidak sepenuhnya kristal aspirin.
  4. Kadar aspirin dalam tablet aspirin komersial adalah 0,4572 gram. Jumlah aspirin ini sudah memenuhi standar FDA (minimal 0,324 gram), namun jumlah aspirin ini terlalu jauh lebih besar dari standar sehingga tablet aspirin komersial ini kurang layak dipakai.

VI. Daftar Pustaka

  1. Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed. (hal : 132)
  2. http://www.aspirin-foundation.com/what/chemistry.html tgl akses = 25 november 2009
  3. Panduan Praktikum Kimia Organik Farmasi

Rabu, 16 Februari 2011

Sistem Koloid

BAHAN AJAR

MP :SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SUB MP :K ONSENTRASI LARUTAN

v Pengertian sifat koligatif larutan.

Larutan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari pelarutnya. Sifat-sfat larutan seperti rasa,warna,pH,dan kekentalan bergantung pada jenis dan kosentrasi sat terlarut.

Empat sifat penting larutan yaitu :

1.pengaruh tekanan uap (Dp)

2.kenaikan titik didih (DTb)

3.penurunan titik beku (DTf)

4.tekanan osmotic larutan.

Empat sifat larutan di atas tersebut hanya bergantung pada konsentras partikel zat terlarut.sifat-sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetap hanya bergantung pada jumlah zat terlarut ini di sebut sifat koligatif larutan.

Sebelum membahas lebih lanjut sfat koligatif larutan,akan di bahas satuan konnsentrasi larutanyang akan di pakai dalam perhtungan sifat koligatif larutan yaitu : Molaritas, Molalitas,dan fraksi mol.

· KOnsentrasi larutan.

Larutan merupakan campuran homogeny dari dua zat atau lebih,yang tidak dapat di bedakan antara partikel kedua zat tersebut meskipun dengan menggunakan mikroskop ultra . Zat-zat yang bercampur tersebut terdiri dari zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent).

Sifat suatu larytan yang sangat pentng dalam ilmu kimia adalah Konsetrasi,yang menyatakan kepekatan suatu larutan.konsentrasi suatu larutan dapat d nyatakan dengan beberapa satuan sebagai berikut :

A.MOLARITAS (M )

Molaritas atau kemolaran menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan,atau tiap 1000 ml larutan.

Dinyatakan dalam persamaan : M: dengan ,

M :molaritas larutan (mol /L atau mmol ml/L)

n : jumlah mol zat terlarut ( mol )

v : volume larutan ( liter)

atau M: x ; volume dalam ml.

CONTOH :

1.Tentukan kemolaran larutan yang di buat dengan melarutkan 2 gram NaOH dalam air sehingga di peroleh 100 ml larutan .

Jawab ;

Dik : gram NaOH : 2 gram

V larutan :100 ml =0,1 L

Dt : M……?

Penyelesaian :

M = =

= 0,5mol liter­­-1

2. Hitunglah massa glukosa (C6H12O6) yang terdapat dalam 50 ml larutan glukosa 2 M

(Ar, C =12, H = 1,O = 16)

Jawab =

Dik =Vlarutan =50 ml

=0,05 L

M = 2 M

Dit =gram glukosa…..?

Penyelesaian =

Mol =

Gram = mol x mr

=(M x V) x Mr

=(2 mol x 0,05 L) x 180 gram

=18 gram

B.MOLALITAS (m)

Molalitas atau kemolalan menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap kg pelarut atau 1000 gram pelarut.

Di nyatakan dalam persamaan =

M = dengan , m = molalitas larutan (mol kg-1 atau mmol mgram-2)

n=jumlah mol zat terlarut(mol)

p=massa pelarut(kg)

atau M = gr/ Mr x 1000/p , dalam satuan kg.

contoh:

1. Berapakah kemolalan larutan yang di buat dengan mencampurkan 5 gram urea, CO(NH2)2 dengan 500 gram air?

Jawab:

Dik: gram urea = 5 gram

P = 500 gram

= 0,5 kg

Dit : m =…………

Penye = m =

Sistem Koloid

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri manusia sebagai makhluk berakal adalah rasa ingin tahu yang tak pernah habis selam hidupnya. Manusia selalu ingin mempelajari segala macam perubahan, baik yang dapat ditangkap oleh panca indera maupun tidak. Mereka banyak menemukan banyak masalah yang harus dipecahkan, karena di sekitarnya banyak kejadian yang alalmi atau perbuatan manusia yang dapat membawa keuntungan dan kerugian. Oleh karena itu, manusia harus memanfaatkan peristiwa yang menguntungkan dan mengurangi yang merugikan dengan cara mempelajari tingkah laku alam, sebab diyakini bahwa suatu peristiwa disebabkan peristiwa lain yang mendahuluinya dan untuk memenuhi semuanya itu dibutuhkan metode ilmiah atau ilmu pengetahuan yang dapat menjawab semua fenomena yang ada dalam hidup. Salah satunya yaitu Ilmu Pengetahuan Alam.

Dalam berbagai peritiwa-peristiwa yang ada, terdapat masalah yang berhubungan dengan Ilmu Kimia. Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari atau mencakup sejumlah aspek mengenai bahan-bahan kimia yakni komposisi dan struktur zat kimia, serta hubungan keduanya dengan sifat zat tersebut.

Karena kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid , semua cabang ilmu kimia berkepentingan dengan kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat koloidal. Banyak reaksi kimia yang komples yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara kimia koloid.

Untuk itulah, Penyusun terdorong untuk menyusun makalah ini yang membahas mengenai “Koloid”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dan klasifiklasi koloid?

2. Bagaimana sifat-sifat koloid?

3. Bagaimana preparasi (penyiapan) koloid?

4. Bagaimana sifat optis koloid?

5. Bagaimana peristiwa elektrokinetik?

6. Apa kegunaan koloid dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pengertian dan klasifiklasi koloid.

2. Mendeskripsikan sifat-sifat koloid.

3. Mendeskripsikan preparasi (penyiapan) koloid.

4. Mendeskripsikan sifat optis koloid.

5. Mendeskripsikan peristiwa elektrokinetik.

6. Mendeskripsikan kegunaan koloid dalam kedidupan sehari-hari.

7. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh nilai pada Mata Kuliah Kimia Fisika II.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah STUDI KEPUSTAKAAN, yaitu pemanfaatan berbagai buku dan penjelajahan internet untuk memperoleh informasi tentang pokok masalah yang dimaksud.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KEADAAN KOLOID

1. Sistem Koloid

1.1 Pengertian Koloid

Thomas Graham (1805-1809) banyak mempelajari tentang kecepatan difusi (gerak) partikel materi sehingga ia dapat merumuskan hukum tentang difusi. Dari pengamatannya, ternyata gerakan partikel zat dalam larutan ada yang cepat dan lambat. Umumnya yang berdifusi cepat adalah zat berupa kristal sehingga disebut kristaloid, contohnya NaCl dalam air. Akan tetapi, istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan kristal berdifusi cepat, contohnya HCl dan H2SO4. Yang lambat berdifusi disebabkan oleh partikelnya mempunyai daya tarik (perekat) satu sama lain, contohnya putih telur dalam air. Zat seperti ini disebut koloid (bahasa Yunani : cola = perekat).

Kecepatan difusi menurut Graham bergantung pada massa partikel, makin besar massa makin kecil kecepatannya. Massa ada hubungannya dengan ukuran partikel, yang massanya besar akan besar pula ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel, campuran dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu larutan sejati (misalnya larutan gula), koloid (misalnya larutan susu), dan suspensi kasar (misalnya larutan pasir). Perbedaannya sebagai berikut (Tabel 1).

Tabel Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensiTabel 1. Perbedaan Larutan Sejati, Koloid, dan Suspensi Kasar.

Ada dua cara terbentuknya partikel koloid. Pertama, dari senyawa bermolekul besar, yaitu satu molekul menjadi satu partikel koloid, contohnya protein dan plastik. Kedua, satu partikel koloid terbentuk dari gabungan (agregat) banyak partikel kecil. Pertikel yang bergabung itu mungkin dalam bentuk molekul, ion, atau atom. Contoh agregat molekul adalah koloid belerang, dan As2S3 dalam air. Contoh agregat atom adalah koloid emas dalam air (sol emas), yaitu gabungan atom-atom emas menjadi kristal kecil melalui ikatan logam. Contoh agregat ion adalah koloid Fe(OH)3 dan AgCl.

Dari segi bentuknya, partikel koloid dapat berupa lembaran (laminar), serat (febrilar), dan butiran (korpuskular). Bentuk itu ditentukan oleh jenis dan cara terbentuknya koloid. Koloid yang terbentuk dengan cara rekristalisasi mempunyai bentuk sesuai dengan struktur kristalnya tetapi bila dibuat dengan memecah atau menggerus partikel besar akan berbentuk acak atau beraneka ragam.

Jadi, pengertian koloid adalah suatu suspensi partikel-partikel yang mempunyai ukuran tertentu dalam suatu medium kontinyu.

1.2 Klasifikasi Koloid

Dipandang dari kelarutannya, koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Dispersi

Koloid dispersi adalah koloid yang partikelnya tidak dapat larut secara individu dalam medium. Yang terjadi hanyalah penyebaran (dispersi) partikel tersebut. Yang ternasuk kelompok ini adalah koloid mikromolekul ( protein dan plastik), agregat molekul ( koloid belerang), dan agregat atom (sol emas dan platina).

2. Koloid asosiasi

Koloid asosiasi adalah koloid yang terbentuk dari gabungan (asosiasi) partikel kecil yang larut dalam medium, contohnya koloid Fe(OH)3. Senyawa ini larut menjadi ion Fe3+ dan OH-. Jika larutan Fe3+ dan OH- dicampur sedemikian rupa sehungga berasosiasi membentuk kristal kecil yang melayang-layang dalam air sebagai koloid.

Suatu koloid selalu mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin berupa gas, cair, atau padat. Pengertian fasa di sini tidak sama dengan wujud, karena ada wujud sama tetapi fasanya berbeda, contohnnya campuran air dan minyak bila dikocok akan terlihat butiran minyak dalam air. Butiran ini mempunyai fasa berbeda dengan air walaupun keduanya cair. Oleh sebab itu, suatu koloid selalu mempunyai fasa terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa terdispersi mirip dengan zat terlarut (dispers fase) dan fasa pendispersi mirip dengan pelarut (dispers medium) pada suatu larutan. Berdasarkan fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, koloid disebut juga dispersi koloid yang dapat dibagi atas delapan jenis (Tabel 2.).

3. Koloid Makromolekul

Koloid Makromolekuler adlah koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang sangat besar (makromolekul). Contoh : protein dan polimer tinggi seperti karet dan plastk.

Tabel 2. Jenis Sistem Dispersi Koloid

Fasa terdispersi

Fasa pendispersi

Nama

Contoh

Gas

Gas

Cair

Cair

Cair

Padat

Padat

Padat

Cair

Padat

Gas

Cair

Padat

Gas

Cair

Padat

Buih atau busa

Buih padat/busa padat

Aerosol cair

Emulsi cair

Emulsi padat

Aerosol padat

Sol (gel)

Sol padat

Busa sabun, busa air

Batu apung,karet busa

Karet

Susu

Mentega

Asap, abu

Cat

Gelas berwarna

Ditinjau dari interaksi fasa terdispersi dengan fasa pendisperasi (medium), koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Liofil

Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan mediumnya sehingga sulit dipisahkan atau sangat stabil. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Contohnya agar-agar, tepung kanji, gelatin dalam air panas , lem karet, protein, sabun, detergen, dan cat.

2. Koloid Liofob

Koloid liofob adalah koloid yang tidak menyukai mediumnya sehingga cenderung memisah, dan akibatnya tidak stabil. Liofob berarti takut cairan (Yunani = phobia = takut/benci). Koloid liofob biasanya terdiri atas zat anorganik semula. Contoh koloid liofob adalah sol emas.

Koloid dapat berubah menjadi tidak koloid atau sebaliknya. Berdasarkan perubahan itu, koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Reversibel

Koloid reversibel adalah suatu koloid yang dapat berubah jadi tak koloid, dan kemudian menjadi koloid kembali. Contohnya air susu (koloid) bila dibiarkan akan mengendap (tidak koloid) dan airnya terpisah, tetapi bila dikocok akan bercampur seperti semula (koloid).

2. Koloid Irreversibel

Koloid irreversibel adalah koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak dapat menjadi koloid lagi, contohnya sol emas.

Ada beberapa tipe koloid yaitu :

1. Sol (fase terdispersi padat)

a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat

Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam

b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair

Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat

c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas

Contoh: debu di udara, asap pembakaran

2. Emulsi (fase terdispersi cair)

Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat berupa zat padat, cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair (contohnya: air dengan minyak). Pada umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsi dapat terlihat pada keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dsb. Untuk memantapkan emulsi diperlukan zat pemantap yang disebut emulgator.

a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat

Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi

b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair

Contoh: susu, mayones, krim tangan

c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas

Contoh: hairspray dan obat nyamuk

3. BUIH (fase terdispersi gas)

Buih adalah koolid dengan fase terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat cair atau zat padat. Baerdasarkan medium pendisperasinya

a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat

Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam

b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair

Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun

2. Preparasi (penyiapan) Koloid.

Koloid dapat dibuat baik dari larutan sejati ataupun dari suspensi. Koloid dari larutan sejati dibuat dengan cara menggabungkan (agregasi) partikel-partikel dalam larutan sejati sedangkan koloid yang dibuat dari suspensi dibuat dengan cara menghaluskan partikel-partikel kasar dalam suspensi kemudian mendispersikannya dalam medium pendispersi. Pembuatan koloid dari larutan sejati disebut dengan cara kondensasi sedangkan pembuatan koloid dari suspensi disebut cara dispersi.

a. Cara Kondensasi

Pembuatan koloid dengan cara kondensasi yaitu suatu cara pembuatan koloid dengan mengubah partikel-partikel larutan sejati yang terdiri atas molekul-molekul atau ion-ion menjadi partikel koloid. Cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan cara fisika. Cara kimia maupun cara fisiska banyak digunakan untuk membuat koloid, misalnya sol belerang, sol emas.

1. Cara Kimia

Merupakan pembentukan partikel koloid dari partikel larutan sejati melalui reaksi kimia, seperti reaksi pengendapan, reaksi hidrolisis, reaksi resdoks, dan reaksi pemindahan.

Reaksi Pengendapan

Caranya dua buah larutan elektrolit encer dicampurkan sehingga menghasilkan endapan yang berukuran koloid.

Contoh:

Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampur larutan AgNO3 encer dengan larutan HCl encer atau NaCl encer.

Reaksinya: AgNO3(aq) + HCl(aq) AgCl(s) + HNO3(aq)

AgNO3(aq) +NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

Sol As2S3 yang berwarna kuning dapat dibuat dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan encer H3AsO3.

Reaksinya : 2H3AsO3(aq) + 3H2S(g) As2S3(s) + 6H2O(l)

Reaksi Hidrolisis

Hidrolisis adalah peristiwa terjadinya reaksi antara garam dengan air, misalnya pada pembuatan sol Fe(OH)3. Sol Fe(OH)3 dibuat dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air mendidih. Fe3+ akan mengalami reaksi hidrolisis menjadi Fe(OH)3.

Reaksinya : FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)

Reaksi Redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.

Contoh:

1. Cara Reduksi, yaitu mereduksi logam dari senyawa sehingga terbentuk agregat atom logam. Contohnya membuat koloid emas dengan mereduksi emas klorida dengan stanni klorida.

2AuCl3 + 3SnCl2 2Au + 3SnCl4

2. Cara oksidasi, yaitu mengoksidasi unsur dalam senyawa sehingga terbentuk unsur bebas. Contohnya dalam membuat koloid belerang dengan mengoksidasi hidrogen sulfida dengan SO2.

2H2S + SO2 → 2S + H2O

Reaksi pemindahan

Contoh :

Apabila ke dalam larutan Na2S2O3 ditambahklan larutan HCl, ke dalam larutan tersebut akan terbentuk partikel-partikel yang berukuran koloid. Belerang yang terbentuk akan membesar sampai mencapai ukuran partikel koloid.

Reaksinya : Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2SO3(aq) + S(s)

Selain itu, sol As2S3 juga dapat dibuat dengan reaksi pemindahan. Sol As2S3 terbentuk bila larutan arsen(III) oksida dialiri dengan gas asam sulfida.

Reaksinya : As2O3(aq) + 3H2S(g) → As2S3(s) + 3H2O(l)

2. Cara Fisika

Cara fisika yang dilakukan untuk mengkondensasikan partikel sebagai berikut

Pendinginan

Kelarutan suatu zat sebanding dengan suhu sehingga pendinginan dapat menggumpalkan menjadi koloid. Contohnya dalam membuat koloid belerang, dengan menambahkan air ke dalam larutan belerang dalam alkohol.

Pengembunan Uap

Uap raksa yang dialirkan melalui air dingin dapat membentuk sol raksa Penggantian pelarut

Sol belerang dalam air, dapat dibuat dengan melarutkan belerang ke dalam alkohol. Kemudian larutan jenuh yang terjadi, diteteskan ke dalam air sedikit demi sedikit. Contohnya membuat koloid es dengan mendinginkan campuran eter atau kloroform dengan air.

b. Cara Dispersi

Koloid yang berasal dari suspensi kasar dapat dibuat dengan cara dispersi. Pembuatan koloid secara dispersi dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Cara Mekanik

Pembuatan koloid dengan cara penggerusan zat padat hingga halus kemudian didispersikan ke dalam medium pendispersi. Bila perluditambahkan zat pemantap (stabilizer) untuk mencegah penggumpalan kembali.

Contoh :

Sol belerang dapat dibuat dengan menumbukan dan menggerus butir-butir belerang yang dicampur dengan kristal gula pasir. Serbuk belerang dan serbuk gula hasil penggerusan kemudian dicampur dengan air sebagai medium pendispersi.

2. Cara Peptisasi

Pembuatan koloid dengan memecah molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil dengan menambahkan zat kimia dengan zat elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan menghilangkan ion-ion elektrolit yang menyebabkan pengendapan.

Contoh :

- Endapan Al(OH)3 yang terdapat dalam air jika ditambahkan larutan AlCl3 akan berubah menjadi sol Al(OH)3

- Pembuatan sol perak iodida (Agl) diawali dengan mencampur larutan AgNO3 dengan larutan KI berlebihan. Agl yang diendapkan jika dicuci, akan mengalami peptisasi yaitu timbulnya partikel AgI. Perak iodida mengendap karena konsentrasi elektrolit yang tinggi. Pada saat pencucian, kelebihan elektrolit akan hilang sehingga memungkinkan terdispersinya perak iodida kembali.

Busur Bredig

3. Cara Busur Bredig ( cara elektrodispersi)

Pembuatan partikel koloid dengan cara busur bredig, yaitu partikel-partikel fase terdispersi dibuat dengan menggunakan loncatan bunga api listrik. Cara ini biasanya digunakan dalam pembuatan sol logam. Logam yang didispersikan dipasang sebagai elektroda-elektroda yang dihubungkan dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi dan suatu interuptor. Loncatan bunga api listrik di antara kedua elektroda akan menguapkan sebagian logam. Uap logam yang terjadi di dalam medium dispersi (air yang mengandung sedikit larutan KCl 0,001 atau elektrolit lain) akan menyublim berupa partikel halus.

Contoh: Pembuatan sol emas dan sol platina.

4. Cara Homogenisasi

Pembuatan koloid jenis emulsi dapat dilakukan dengan cara homogenisasi, yaitu suatu cara yang digunakan untuk membuat suatu zat menjadi homogen dan berukuran koloid. Contoh cara homogeniosasi adalah pada pembuatan susu. Partikel lemak dari susu diperkecil sampai berukuran koloid dengan cara melewatkan zat tersebut melalui lubang berpori dengan tekanan tinggi. Apabila ukuran partikel sudah berukuran koloid, zat tersebut didispersikan ke dalam medium pendispersinya.

3. Pemurnian Dispersi Koloid

Suatu koloid biasanya mengandung senyawa lain yang terlarut, yang dapat dimurnikan dengan cara dialisis, penyaring ultra, atau elekroforensis.

a) Cara Dialisis

Dialisis adalah cara mengurangi ion-ion pengganggu yang terdapat dalam sistem koloid dengan menggunakan semipermeabel atau pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul – molekul kecil melalui selaput semipermiabel disebut dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion penggangu dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada kolid, ion pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel kolid akan tertinggal. Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid seperti sel-sel darah merah.

Prinsip kerja dalam prosese dialisis sebagai berikut. Dispersi kolid dimasukan ke dalam kantong yang terbuat dari membran semipermeabel, seperti perkamen, selofan, dsb. Karena ion-ion atau molekul larutan memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid, ion-ion atau molekul tersebut dapat melalui membran lebih cepat daripada partikel koloid. Sehingga partikel koloid akan tetap berada dalam kantong membran. Untuk mempercepat proses dialisis dapat digunakan cara elektrodialisis. Pada elektrodialisis keluarnya ion-ion kantong semipermeabel dapat dipercepat dengan adanya elektroda-elektroda di dekatnya yang menarik ion-ion tersebut. Proses dialisis digunakan untuk memurnikan protein dari partikel-partkel lain yang ukurannya lebih kecil dari protein. Dalam industri, teknik dialisis digunakan untuk memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida yang terkandung dalam sianida.

Prinsip dialisis saat ini digunakan sebagai proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal, yang dikenal dengan blood dialisis.

b) Penyaring Ultra

Partikel-partikel kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut. Tetapi, bila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori kertas akan sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi tersebut disebut penyaring ultra. Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuklambat, jadi tekanan harus dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-pertikel koloid akan teringgal di kertas saring. Partikel-partikel kolid akan dapat dipisahkan berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring ultra bertahap.

c) Elekroforensis

Campuran beberapa koloid yang bermuatan listrik dapat dipisahkan dengan cara elekrtoforesis karna koloid akan tertarik ke elektroda yang berlawanan muatannya. Tabung U yang berisi dua macam koloid atau lebih. Kemudian masing-masing kakinya diberi elektroda. Setelah dialiri arus searah koloid bermuatan positif akan tertarik ke katoda dan bermuatan negative ke anoda sehingga keduanya dapat dipisahkan koloid yang sama muatanya dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan difusinya. Koloid yang cepat berdifusi akan sampai dielektroda lebih dahulu. Cara in biasa dipakai dalam analisis protein, asam nukleat, dan polisakarida dalam biokimia dan biologi.

B. SIFAT – SIFAT KOLOID

1. Sifat Optis

Ukuran partikel koloid lebih besar dari larutan sejati, sehingga bla seberkas cahaya melewatinya akan dipantulkan. Arah pantulan ini tidak teratur, karena partikel-partikel koloid terbesar secara acak, sehingga pantulan cahaya itu berhamburan (diserahkan) ke segala arah. Peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel – partikel koloid ini disebut Efek Tyndall

Efek Tyndall

Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall. Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengamati efek Tyndall ini antara lain:

1. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.

2. Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap/berdebu.

3. Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. Hal ini karena adanya debu dan polusi udara yang dapat digolongkan sebagai dispersi koloid (padat yang terdispersi dalam gas). Partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran kecil, cenderung untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek yaitu bagian biru dari spektrum cahaya. Sebaliknya, yang berukuran besar cenderung untuk menghamburkan cahaya yang lebih panjang yaitu bagian jingga dan merah dari spektrum cahaya. Partikel-partikel debu yang besar cenderung terletak dekat permukaan bumi sedangkan partikel debu yang kecil cenderung terletak pada ketinggian yang lebih besar. Pada tengah hari, cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel kecil lebih memegang peranan karena sinar matahari tegak lurus jatuh ke permukaan bumi. Karena itu, langit tampak biru. Tapi pada waktu matahari terbit atau terbenam, sinar matahari hampir sejajar dengan permukaan bumi dan karenanya partikel-partikel koloid besar yang terletak dekat permukaan bumi akan lebih memegang peranan dan langit akan tampak berwarna jingga atau merah

2. Sifat Fisik

Sifat-sifat fisik koloid berbeda-beda tergantung jenisnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan tegangan muka dan viskositas hampir sama dengan medium pendispersinya. Sedangkan koloid hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-sifat fisiknya sangat berbeda dengan mediumnya. Viskositasnya lebh besar dan tegangan mukanya lebih kecil.

Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.

Koloid Liofil

Koloid Liofob

sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya.

Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium pendispersinya.

Contoh: sol belerang, sol emas.

3. Sifat Koligatif

Suatu kolid dalam medium cair juga mempunyai sifat koligatif. Sifat ini hanya bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada sifatnya. Sifat-sifat koligatif koloid umumnya lebh rendah daripada larutan sejati dengan jumlah partikel yang sama. Sifat koligatif larutan berguna untuk menghitung konsentrasi atau jumlah partikel koloid. Kecuali pengukuran tekanan Osmosa, dipakai untuk menetapkan berat molekul rata-rata koloid makromolekul.

4. Sifat Listrik

Sifat listrik atau Elektrik pada koloid atau Partikel-partikel koloid bermuatan listrik. Ada yang bermuatan positif dan ada yang bermuatan negatif. Adanya muatan listrik pada koloid dapat dijelaskan dengan elektoforesis, dan adsorpsi.

Elektoforesis

Permukaan partikel koloid mempunyai muatan listrik disebabkan terjadinya ionisasi atau penyerapan ion-ion dalam larutan. Akibatnya partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Bila ke dalam sistem koloid dimasukan sepasang elektroda yang dialiri arus listrik searah maka partikel-partikel koloid yang bermuatan negatif akan bergerak menuju elektroda positif (anoda). Sebaliknya yang bermuatan negatif (katoda). Bergeraknya partikel-partikel koloid oleh pengaruh medan listrik ini disebut elektroforesis. selain karena adanya gerakan Brown. Pada peristiwa elektroforesis, partikel koloid akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan pada elektroda. Kegunaan dari sifat ini adalah untuk menentukan muatan yang dimiliki oleh suatu partikel koloid. Hal ini dilakukan dengan cara memasukan dua batang elektroda ke dalam sistem koloid dan menghubungkannya dengan sumber arus searah. Kondisi ini memungkinkan partikel koloid bergerak ke salah satu elektroda yang sesuai dengan jenis muatannya. Koloid yang bermuatan negatif bergerak ke elektroda positif (anoda) dan koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke elektrode negatif (katoda).

Adsorbsi

Adsorbsi adalah proses penyerapan suatu zat di permukaan zat lain. Zat yang diserap disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen. Adsorpen dapat berupa zat padat dan zat cair. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dan zat gas, zat cair dan zat cair, atau zat gas dan zat cair.

Contoh pemanfaatan adsorpsi koloid sebagai berikut.

1. Penyembuhan sakit perut yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan serbuk karbon atau norit. Di dalam usus, norit akan menjadi koloid yang dapat mengadsorpsi zat racun (bakteri patogen)

2. Penjernihan air keruh dengan tawas (Al2(SO4)3). Di dalam air tawas terhidrolisis menjadi Al(OH)3 yang berbentuk koloid yang mampu mengadsorpsi kotoran dalam air khususnya zat warna.

3. Pencelupan serat wol, kapas, atau sutra. Serat yang akan diwarnai dicelupkan Al2(SO4)3 atau larutan basa.

Sumber muatan koloid sol

Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu :

Proses adsorpsi

Partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan tergantung dari jenis partikel yang bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendisperinya sehingga bermuatan positif, sedangkanl partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif. Sol AgCI dalam medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebihan akan mengadsorpsi Ag+ sehingga bermuatan positif. Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan mengadsorpsi ion CI- sehingga bermuatan positif.

Proses ionisasi gugus permukaan partikel

Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus-gugus yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen. Berikut penjelasannya:

1. Koloid protein

Koloid protein adalah jenis koloid sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan biasa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul protein. Pada ph rendah , gugus basa –NH2 akan menerima proton dan membentuk gugus –NH3. pH tinggi, gugus –COOH akan mendonorkan proton dan membentuk gugus – COO-. Pada pH intermediet partikel protein bermuatan netral karena muatan –NH3+ dan COO- saling meniadakan.

2. Koloid sabun dan deterjen

Pada konsentrasi relatif pekat, molekul ini dapat bergabung membentuk partikel berukuran koloid yang disebut misel. Zat yang molekulnya bergabung secara spontan dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi. Sabun adalah garam karboksilat dengan rumus R-COO-Na+. Anion R-COO- terdiri dari gugus R- yang bersifat non pola. Gugus R- atau ekor non-polar tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat.

5. Koagulasi

Koagulasi atau penggumpalan adalah peristiwa pengendapan partikel-partikel koloid sehingga fase terdispersi dari medium pendispersinya. Koagulasi disebabkan oleh hilangnya kestabilan untuk mempertahankan partikel-partikel agar tetap tersebar di dalam medium pendispersinya. Dalam koagulasi terjadi hal-hal sebagai berikut.

1. Kestabilan koloid disebabkan oleh adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid dan adanya fase terdispersi yang afinitasnya lebih tinggi daripada medium pendispersi. Hal ini dapat terjadi di dalam sel elektroforesis dan juga apabila sistem koloid ditambah dengan elektrolit. Sedangkan apabila sistem koloid ditambah dengan elektrolit maka koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation) dan sebaliknya koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Selanjutnya ion-ion tersebut akan membentuk selubung yang melapisi partikel koloid. Jika selubung tersebut terlalu dekat dengan partikel koloid maka akan menetralkan muatan koloid sehingga akan terjadi koagulasi. Semakin besar muatan ion menyebabkan gaya tarik-menarik antara ion dan partikel koloid semakin besar sehingga koagulasi semakin cepat terjadi.

2. Koagulasi koloid dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi. Cara mekanik, misalnya pemanasan, pendinginan, dan pengadukan. Cara kimiawi, misalnya penetralan siang atau menghilangkan muatan elektrolisis, penambahan elektrolit.

Proses-proses yang memanfaatkan sifat koagulasi koloid, sebagai berikut.

1. Proses pengolahan karet dari bahan mentahnya (lateks), dengan koagulan berupa asam format

2. Proses penjernihan air dengan menggunakan tawas. Tawas dapat digunakan untuk menggumpalkan lumpur koloid atau sol tanah liar dalam air, karena penggotor tersebut umumnya bermuatan negatif sedangkan tawas mengandung ion Al3+ sehingga penggotor tersebut dapat digumpalkan oleh tawas.

3. Proses yang dilakukan ion Al3+ atau Fe3+pada penetralan partikel albuminoid yang terkandung dalam darah sehingga terjadi penggumpalan yang dapat menutupi luka.

6. Kestabilan Koloid

Terdapat beberapa gaya pada sistem koloid yang menentukan kestabilan koloid, yaitu sebagai berikut : Gaya pertama ialah gaya tarik – menarik yang dikenal dengan gaya London – Van der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel – partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan akhirnya mengendap. Gaya kedua ialah gaya tolak menolak. Gaya ini terjadi karena pertumpangtindihan lapisan ganda listrik yang bermuatan sama. Gaya tolak – menolak tersebut akan membuat dispersi koloid menjadi stabil. Gaya ketiga ialah gaya tarik – menarik antara partikel koloid dengan medium pendispersinya. Terkadang, gaya ini dapat menyebabkan terjadinya agregasi partikel koloid dan gaya ini juga dapat meningkatkan kestabilan sistem koloid secara keseluruhan. Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas koloid ialah muatan permukaan koloid. Besarnya muatan pada permukaan partikel dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit dalam medium pendispersi. Penambahan kation pada permukaan partikel koloid yang bermuatan negatif akan menetralkan muatan tersebut dan menyebabkan koloid menjadi tidak stabil. Banyak koloid yang harus dipertahankan dalam bentuk koloid untuk penggunaannya. Contoh: es krim, tinta, cat. Untuk itu digunakan koloid lain yang dapat membentuk lapisan di sekeliling koloid tersebut. Koloid lain ini disebut koloid pelindung. Contoh: gelatin pada sol Fe(OH)3.

Untuk koloid yang berupa emulsi dapat digunakan emulgator yaitu zat yang dapat tertarik pada kedua cairan yang membentuk emulsi. Contoh: sabun deterjen sebagai emulgator dari emulsi minyak dan air.

C. Peristiwa Elektrokinetik

Kebanyakan senyawa, termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan bermuatan listrik bila berhubungan dengan medium polar seperti air misalnya. Sumber muatan ini bermacam-macam. Untuk sol hidrofilik seperti larutan protein, muatan diperoleh terutama karena ionisasi gugus COO- dan gugus amino . Karena ionisasi dari gugus tersebut bergantung pada pH, maka muatan bersih larutan protein akan bergantung pada pH. Pada pH tinggi, protein akan bermuatan negatif, sedangkan pada pH rendah protein akan bermuatan positif.

Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik

Sifat Kinetik

Sifat kinetik dipengaruhi dua hal.

1. Pertama, adalah gerak termal. Gerakan ini pada skala mikroskopik pertama kali ditemukan oleh seorang ahli biologi bernama Brown.

Gerak Brown

Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak.

Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

2. Kedua, adalah gravitasi yang dapat berupa gravitasi alami yang disebabkan gravitasi bumi yang menyebabkan pengendapan partikel-partikel besar, atau dapat juga berupa gravitasi buatan yang dapat dicapai dengan jalan memusing larutan koloidal dengan menggunakan sentrifusa sehingga mengakibatkan terjadinya pengendapan fasa terdispersi. Sentrifusa juga dapat digunakan untuk menentukan berat molekul.

Gerak nisbi antara suatu zat padat dan suatu zat cair serta beda potensial listrik, sangkut menyangkut dalam gejala elektrokinetik yang terdiri dari 4 efek yaitu, elektroforesa, elektroosmosa, potensial endapan dan potensial aliran. Ke-empat efek dapat digolongkan

A. Beda potensial yang diadakan pada sistem zat padat-zat cair menimbulkan gerak yaitu :

A1. Gerak zat padat pada elektroforesa

A2. Gerak zat cair pada elektroosmosa

B. Beda potensial yang diadakan pada sistem zat padat-zat cair menimbulkan beda potensial, yaitu :

B1. Potensial endapan pada gerak zat padat

B2. Potensial aliran pada gerak zat cair.

Pada efek elektroforesa, maka butir-butir ataupun butir-butir yang lebih kasar bergerak oleh beda potensial terpasang. Butir positif bergerak dari katoda ke anoda, butir negative sebaliknya. Butir-butir ini selain padat juga cair atau gas. Efek elektroosmosa ditemukan Reuss dalam tahun 1809. Serupa pada osmosa, maka zat cair bergerak dari pori-pori zat padat, misalnya membrane atau lempeng tembikar, tetapi disini dengan pengaruh potensial antara elektroda di sebelah-menyebelahnya.

Potensial sendimentasi diseldiki oleh Dorn dalam tahun 1880 dan dinamakan efek Dorn. Butir-butir kecil jatuh oleh gaya berat dalam air, maka dapat diamati suatu beda potensial antara dua elektroda yang ditempatkan pada tinggi yang berbeda dalam arus butr-butir yang mengendap itu.

Potensial aliran ditemukan Quincke dalam tahun 1859. Ditekan zat cair melalui suatu pipa kapiler atau melalui pori-pori suatu lempeng tembikar. Maka akan terjadi beda potensal antara dua titik sepanjang arah gerak. Beda potensial itu timbul oleh pergeseran lapisan kembar bermuatan terhadap sesamanya. Efek potensial aliran dapat dianggap kebalikan dari efek elektroosmosa dan efek potensal sedimentas kebalikan dari efek elektroforesa.

Aplikasi dari peristiwa elektrokinetik adalah metode perbaikan tanah dengan cara memberikan tegangan pada elektroda yang ditanam di tanah untuk memperbaiki karakteristik geoteknik dari tanah lunak. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Q. Shang dan K. L. Masterson , perbaikan karakteristik tanah ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai kuat geser sebesar 69 persen, modulus geser sebesar 151 persen, dan tegangan pra-konsolidasi sebesar 700 persen. Pada hasil penelitian selanjutnya, dengan pengaturan penempatan elektroda yang lebih baik, kapasitas daya dukung dari suatu model pondasi meningkat sampai 4 kali lipat dan kuat geser undrained meningkat sampai 3 kali lipat setelah diberi tegangan DC sebesar 5.2 Volt secara terus menerus selama 14 hari [1].

Pada saat dua kutub elektroda (anoda dan katoda) ditanam di dalam tanah dan dialiri dengan arus listrik, maka akan terjadi proses elektrolisis di elektroda dengan persamaan sebagai berikut :

Anoda : O2 + 4H+ è 2H2O – 4e- (1)

Katoda : 2H2O + 2e- è H2 + 2OH- (2)

Proses elektrolisis di atas diikuti dengan perpindahan H+ ke kutub katoda dan OH- ke kutub anoda (electromigration) serta perpindahan air pori tanah dari area di sekitar anoda menuju ke katoda (electroosmosis). Perpindahan air pori tanah ini mempunyai pengaruh yang besar dalam peningkatan daya dukung tanah di sekitar kutub anoda.

Metode elektrokinetik sebagai alternatif perbaikan tanah memiliki beberapa kelebihan, seperti: dapat diterapkan pada tanah yang memiliki permeabilitas rendah, efektif untuk tanah yang memiliki butiran sangat halus, dan derajat kontrol arah aliran air pori tinggi. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses elektrokinetik yaitu : Ukuran butiran tanah dan tipe mineral, Kadar garam, pH, current density, dan macam elektroda.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penulisan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut.

Ø Campuran yang terletak antara medium dispersi disebut koloid.

Ø Sifat-sifat koloid dapat ditemukan dilingkungan sekitar kita.

Ø Koloid dapat dibuat dengan cara kondensasi dan dispersi.

Ø Dalam koloid terdapat peristiwa elektrokinetik.

Ø Dengan mengetahui tentang koloid, dapat dihindari hal yang merugikan dan menciptakan keuntungan dalam kehidupan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah kita harus memahami secara benar tentang koloid karena di lingkungan kita terdapat banyak sistem koloid.